Kuliah Tamu Perubahan Iklim dan Upaya Net Zero Indonesia

Perubahan iklim dunia saat ini sedang berlangsung dan dampak negatifnya sudah dirasakan di berbagai negara. Tidak heran bila salah satu topik rekayasa pengelolaan lingkungan yang menjadi unggulan penelitian UNEJ 2021-2025 adalah perubahan iklim. Dalam rangka menambah wawasan dosen dan mahasiswa dalam hal perubahan iklim yang relevan dengan pertanian industrial, Prodi Teknik Lingkungan telah melaksanakan program Kuliah Tamu dengan judul Perubahan Iklim dan Upaya Indonesia Menuju Net Zero pada tanggal 26 Maret 2024 lalu.

Profil Singkat Narasumber

Kuliah tamu ini menghadirkan Bapak Trimo Pamudji Al Djono, S.T., M.Si sebagai narasumber.  Beliau adalah seorang praktisi lingkungan hidup yang telah berpengalaman selama lebih dari 25 tahun bekerja sama dengan berbagai lembaga nasional dan internasional, di antaranya: World Bank, Cowater International, NORC at University of Chicago, Nippon Koei, GHD Pty Ltd, UNICEF, Lippo Karawachi, dan lain-lain. Beliau lulus S-1 Teknik Lingkungan dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember dan lulus S-2 Ilmu Lingkungan dari Universitas Indonesia.

Ringkasan Isi Kuliah

Kuliah tamu ini dilaksanakan secara hybrid (luring dan daring). Narasumber hadir secara daring melalui media Zoom. Peserta hadir secara luring di Auditorium Fakultas Teknik Universitas Jember. Peserta yang hadir secara daring diminta mengisi daftar hadir melalui Google Form, sedangkan peserta yang luring diminta mengisi daftar hadir di kertas. Lebih dari 130 peserta hadir di kuliah tamu ini. Kuliah tamu ini dipandu oleh Bu Cantika Almas Fildzah, S.T., M.T. sebagai moderator. Kuliah Tamu ini dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Teknik UNEJ Dr. Ir. Triwahju Hardianto, S.T., M.T.

Dalam kuliahnya, Pak Djono lebih dulu menjelaskan dampak perubahan iklim yang sudah terjadi di Indonesia. Di antaranya gagal panen dan banjir. Di tingkat dunia telah terjadi peningkatan suhu permukaan Bumi. Beliau lalu menjelaskan penyebabnya, di antaranya adanya revolusi industri yang menjadi titik balik peningkatan emisi secara drastis. Beliau juga menjelaskan perlunya aksi adaptasi dan mitigasi dalam merespons perubahan iklim. Adaptasi merupakan upaya penyesuaian diri dengan dampak perubahan iklim yang sudah terjadi. Mitigasi merupakan upaya untuk mencegah peningkatan gas rumah kaca dan dampak negatifnya terhadap pemanasan global. Beliau mencontohkan beberapa proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Di antaranya:

1. Mangrove for Coastal Resilience oleh World Bank

Proyek ini akan membiayai rehabilitasi hutan bakau yang terdeforestasi dan terdegradasi serta mempromosikan pengelolaan lanskap bakau yang berkelanjutan melalui Rehabilitate, Enhance, Protect (Memulihkan, Meningkatkan, Mempertahankan). Proyek ini dimaksudkan untuk memelihara bakau Indonesia yang mampu menyimpan hampir empat ribu ton karbon dioksida (tCO2) per hektar.

2. Indonesia Urban Resilient Water, Sanitation, and Hygiene Tangguh (IUWASH Tangguh) oleh USAID

Proyek ini memberikan bantuan teknis kepada lembaga-lembaga kunci di bidang air, sanitasi, dan kebersihan dalam hal pengelolaan air, sanitasi, dan kebersihan secara aman di daerah perkotaan yang rentan di Indonesia, penyediaan layanan yang berketahanan iklim, dan pengelolaan sumber daya air.

3. Program Hibah Air Minum Berbasis Kinerja (Performance Based Grant Program) dari Pemerintah Australia

Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja BUMD air minum agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas dan berkesinambungan kepada pelanggan dan meningkatkan akses air minum ke seluruh lapisan.

4. Proyek Kolaborasi Optimalisasi RDF Kejar Target Dekarbonisasi

RDF (Refuse-Derived Fuels) merupakan bahan bakar berbasis limbah. RDF dapat menghasilkan dua manfaat sekaligus yaitu pengolahan limbah dan alternatif dekarbonisasi sumber energi untuk pembangkit listrik dan industri. Program ini dimaksudkan untuk penyesuaian penerapan RDF di lapangan, seperti identifikasi dan kolaborasi stakeholders dan off- takers, pengembangan skema bisnis RDF yang berkelanjutan, serta pemutakhiran teknologi RDF sehingga reduksi emisi dan energi yang dihasilkan
dapat optimal.

5. Fluorocarbons Recovery Network System Development oleh Nippon Koei dan JICA

Fluorokarbon (misalnya HFC dan CFC) masih digunakan sebagai pendingin untuk peralatan pendingin dan pendingin udara. Fluorokarbon dapat merusak ozon. China sebagai eksportir HFC terbesar dunia akan mengurangi produksinya di 2024 sehingga permintaan domestik di Indonesia akan meningkat. Karena itu, pemulihan dan reklamasi fluorokarbon sangat penting di Indonesia. Seminar ini bertujuan untuk memberikan penjelasan/wawasan dan praktik mengenai teknik pemulihan fluorokarbon yang tepat dan
untuk berbagi temuan oleh Tayo Shoji.

Selain program-program tersebut, Pak Djono juga membahas perdagangan karbon yang sudah mulai berkembang di Indonesia dan di level internasional. Beliau membahas berbagai sektor yang dapat menjadi bidang proyek yang diselenggarakan untuk perdagangan karbon.

Sesi Diskusi

Setelah paparan mengenai perubahan iklim dan berbagai upaya mitigasi dan adaptasinya oleh narasumber, dibuka sesi tanya jawab. Di antara yang bertanya adalah Pak Abdur Rohman dari prodi Teknik Lingkungan UNEJ, Profesor Gusfan Halik dari prodi Teknik Sipil UNEJ,  dan Bu Winny Laura dari Teknik Lingkungan Universitas Jambi.  Topik yang ditanyakan di antaranya topik riset yang relevan dengan perdagangan karbon, bagaimana konversi dalam perdagangan karbon bila kita menebang hutan untuk ditanami kelapa sawit, juga bagaimana adaptasi dengan pengelolaan sampah.

Rekaman acara kuliah tamu ini dapat disimak di sini (Bagian 1) dan tanya jawabnya di sini (Bagian 2).

Posted on: March 31, 2024, by :